Read Me...!!!

Selamat Datang Bagi Pengunjung Blog Kita Bersama, Semoga Apa Yang Anda Baca Bermafaat Dan Jangan Lupa untuk Menjadi Follower dan Kenalan Dengan ADMIN Blog Ini yaaa...!!! ^_^

Sunday, December 11, 2011

Moral dan Etika sebagai Nilai-nilai Pancasila

Moral dan Etika sebagai Nilai-nilai Pancasila
Undang-Undang Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 32 (1) menyebutkan: “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan rnenjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.” Untuk terpelihara dan dikembangkannya nilai-nilai tersebut dengan baik, semua pihak sebagai kelompok maupun individu warga negara harus menjalankan seluruh aspek kehidupan keseharian dengan berlandaskan pada moral dan etika.
Moral dan etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia dapat digali dari Pancasila yang merupakan dasar negara Indonesia. Pancasila memancarkan nilai-nilai moral dan etika yang harus ditumbuhkembangkan dan diimplementasikan oleh setiap individu warga negara Indonesia.
Sila pertama memberikan pesan bahwa etika dan moral merupakan inti dari setiap agama. Karena agama berkaitan dengan masalah keyakinan, maka setiap pemeluk agama harus menyadari bahwa kaidah-kaidah yang berlaku untuk setiap pribadi adalah mutlak bagi dirinya. Tetapi sebagai masyarakat, keyakinan tersebut harus diperkaya dengan pengetahuan dan didialogkan dengan agama-agama lain. Dengan demikian, akan lahir tradisi beragama yang sehat, dewasa, dan inklusif di antara warga negara, sehingga dapat melahirkan nilai-nilai etika dan moral yang dapat dijadikan sebagai pegangan untuk menjalani kehidupan keagamaan yang toleran.

Sila kedua mengajarkan bahwa sebagai perorangan maupun anggota masyarakat, wajib memperhatikan individu maupun kelompok lain sebagai manusia yang memiliki HAM yang komprehensif. Semua manusia memiliki hak politik, ekonomi, budaya, dan lain-lain yang kesemuanya itu saling melengkapi, sehingga terbangun citra diri yang manusiawi. Setiap warga negara harus cukup sandang dan pandang, hunian yang layak bagi kemanusiaan, dan sarana serta prasarana yang merupakan kebutuhkan-kebutuhan dasar hidup. Jika kebutuhan-kebutuhan dasar dalam hidup tersebut belum terpenuhi, maka sesungguhnya belum tercipta tata kehidupan yang manusiawi.

Sila ketiga menekankan rasa persatuan, karena rasa inilah yang membentuk sebuah bangsa besar dari Sabang sampai Merauke. Rasa inilah yang mampu mengikat kekayaan kebhinnekaan dalam kesatuan dan kebersamaan. Meskipun di berbagai bagian Indonesia, terdapat rumpun-rumpun bangsa tertentu, misalnya di sebelah barat Indonesia ada rumpun Melayu, atau di timur terdapat rumpun Melanesia, tetapi dasar negara Indonesia bukanlah berdasarkan nilai-nilai kerumpunan.
Sila keempat memberikan dasar-dasar utama bagi terciptanya konsensus dalam keberagaman. Konsensus menjadi sebuah rumus yang mempersatukan, dan tidak mempersoalkan, antara minoritas dengan mayoritas, yang disebabkan oleh berbagai macam faktor, seperti keturunan, agama, dan lain sebagainya. Konsensus merupakan sebuah kata kunci untuk melintasi batas adat budaya tertentu yang bersifat primordial, sehingga primordialisme menjadi faktor yang dapat memecah persatuan. Karena itu musyawarah dan mufakat menjadi rumus untuk menentukan ketika terjadi hitung-hitungan mayoritas dan minoritas. Dengan demikian, semua pihak merasa terwakili dan tidak terdiskriminasikan.
Sila terakhir menempatkan keadilan sebagai sebuah elemen penting untuk stabilitas dan pertahanan sebuah negara. Tanpa adanya keadilan bagi seluruh rakyatnya, maka sebuah negara menjadi tidak fungsional. Secara kalkulatif, dalam aspek pertahanan konvensional, negara bisa dihitung dengan jumlah kendaraan militer, senjata, dan perangkat-perangkat keras pertahanan lainnya, yang biasa disebut Alat Utama Sistem Senjata. Namun, sesungguhnya perangkat-perangkat keras tersebut tidak akan efektif dan kuat kalau tidak ditopang dengan transformasi nilai-nilai keadilan.

1 comment: