Read Me...!!!

Selamat Datang Bagi Pengunjung Blog Kita Bersama, Semoga Apa Yang Anda Baca Bermafaat Dan Jangan Lupa untuk Menjadi Follower dan Kenalan Dengan ADMIN Blog Ini yaaa...!!! ^_^

Sunday, December 11, 2011

Komunikasi Vertikal dan Horizontal

Pendahuluan
Al-Qur’an adalah pengantar Kitab Allah SWT. yang diwahyukan kepada Rasul-Nya terakhir Muhammad saw, untuk memberi pedoman atau prinsip hidup kepada seluruh umat manusia sepanjang masa, yang menjamin akan mendatangkan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat. Al-Qur’an mengkokohkan kebenaran-kebenaran yang pernah diwahyukan kepada para Rasul sebelumnya dan menjadi tolok ukur kebenaran ajaran kitab-kitab Allah sebelumnya. Dalam beberapa hal, Al-Qur’an mengganti ajaran-ajaran yang berlum pernah diajarkan di dalam kitab-kitab sebelumnya. Bahkan, Al-Qur’an memberikan koreksi terhadap kekeliruan-kekeliruan yang dialami oleh ummat beragama yang terdahulu dalam memahami ajaran-ajaran agama yang berasal dari wahyu Allah, atau kekeliruan-kekeliruan yang berasal dari konsep manusia.
Ayat-ayat Al-Qur’an yang pertama kali diwahyukan, ketika Nabi Muhammad saw, sedang menyendiri (Tabannuts) di Gua Hira’, pada bulan Ramadhan ketika usia beliau mencapai 40 tahun (610), hanya terdiri dari 5 ayat, yang kemudian tercantum di dalam Al-Qur’an surat surat Al-‘Alaq ayat 1-5. lima ayat yang pertama kali diwahyukan itu berisi ajaran-ajaran dasar tentang Tuhan dan Manusia.

Ayat pertama berisi penegasan tentang yang berhak diyakini sebagai Tuhan yaitu yang telah menciptakan alam semesta. Keteraturan alam dan keseragaman hukum-hukum alam, menunjukkan bahwa Tuhan yang menciptakannya hanyalah Tuhan Yang Maha Esa. Bagi alam semesta hanya ada satu Tuhan.
Ayat kedua berisi penegasan bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan, yang dalam proses kejadiannya didalam rahim ibu pernah berupa semacam ‘Alaq (semacam gumpalan darah yang bergantung atau bersarang pada dinding rahim). Ayat yang ketiga berisi tentang penegasan bahwa Tuhan yang menciptakan alam semesta, termasuk manusia, adalah Maha Pemurah.
Ayat keempat berisi tentang penegasan bahwa (diantara kepemurahan Tuhan yang menyertai ciptaan manusia ialah) Dia telah mengajarkan dengan pena. Manusia diciptakan dengan persiapan-persiapan yang akan dapat menggunakan pena sebagai alat tulis baca, guna menyatakan perasaan dan buah pikirannya kepada sesama. Dan ayat kelima berisi penegasan tentang bahwa dengan kemampuan menggunakan pena sebagai alat tulis baca itu, Tuhan mengajarkan manusia banyak hal yang semula tidak diketahuinya.

Pembahasan
Komunikasi Vertikal-Horizontal
1. Manusia Sebagai Khalifah Allah dengan Tugas-tugas Komunikasinya
a. Al-Baqarah (02): 30
                     •         
Artinya:
Dan ingatlah di ketika kamu berkata kepada Malaikat: ”Sesungguhnya Aku akan menjadikan khalifah 46 di muka bumi.” Para Malaikat berkata: Apakah Engkau menjadikan di bumi orang-orang yang membuat kerusakan dan menumpahkan darah” padahal kami mengakui kesucian Engkau dari segala yang tidak layak bagi Engkau dan mensifatkan Engkau dengan segala sifat yang layak bagi Engkau. Tuhan manjawab: ”Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
46 :
Khalifah ialah kaum yang sebahagiannya mengganti yang lain. Abad demi abad. Atau bermakna: “pengganti malaikat” karena malaikat-malaikat adalah mahluk yang berdiam di bumi. Atau bermakna: “khalifah daripada Allah. Adam adalah khalifah di bumi.
b. Shad (38): 26
        ••          •             



Artinya:
Hai Daud! Sesungguhnya Kami telah menjadikanmu khalifah di bumi, maka hukumlah diantara manusia dengan hukum yang adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, lalu dia (hawa nafsu) menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sesungguhnya segala mereka yang sesat dari jalan Allah, bag mereka siksa yang keras karena mereka melupakan hisab ini.2342
2342
Ayat ini mewajibkan kita menghukum dengan adil dan menyatakan bahwa masyarakat manusia memerlukan adanya khalifah Allah. Ayat ini merupakan instruksi Allah kepada para penguasa agar memutuskan perkara dengan hukum yang diturunkan daripada Allah.


c. Al-An’am (6): 165
               •       

Artinya:
Dan Dialah Tuhan yang telah menjadikan kamu Khalifah. Khalifaj di bumi. 942 Dia mengangkat sebagian kamu di atas sebagian beberapa derajat tingginya untuk menguji kamu pada segala yang telah dianugerahkan kepada kamu, sesungguhnya Tuhanmu sangat cepat siksaNya; dan sesungguhnya Allah benar-benar maha pengampun lagi senantiasa mencurahkan rahmatNya. 943
943
Yakni: sebagian mengganti sebagian yang lain dalam memakmurkan bumi ini.


d. Yunus (10): 14
          

Artinya:
Dan tiadalah layak Al-Qur’an ini dibuat oleh seorang selain Allah. Akan tetapi Allah menurunkan Al-Qur’an ini untuk membenarkan kitab-kitab yang mendahuluinya (yang diwahyukan Allah kepada kepada Rasul-Rasulnya) dan untuk menjelaskan apa-apa yang telah Allah jelaskan dan fardhukan atas kaumnya. Tak ada sesuatu keraguan di dalamnya dia datang dari Tuhan seru sekalian alam.
     •                          •       
2. Kepastian Kerjasama Kemanusiaan dan Ketuhanan Secara Seimbang-Harmonis
a. Ali-Imron (03): 103
                         •           



Artinya:
Dan berpeganglah kamu sekalian dengan kitab Allah 445 janganlah kamu bercerai-berai dan ingatlah akan nikmat Allah yang telah dicurahkan atas kamu ketika kamu di masa jahiliyah bermusuh-musuhan maka Allah menjinakkan hatimu. Karena itu menjadilah kamu dengan nikmat, Allah orang-orang yang bersaudara. Dan kamu pada masa itu berada di pinggir neraka lantaran perbuatan jahiliyah itu, maka Allah melepaskan kamu daripadanya. Sedemikian Allah menerangkan kepada kamu ayat-ayatNya agar kamu mendapat petunjuk.


445
Yakni tetaplah dalam keadaan takut kepadaNya dhahir bathin dan mengerjakan segala perintahNya. Ada juga yang memaknakan haqqa tuqaatih dengan: taqwa yang Allah berhak menerimanya, yaitu: tidak meninggalkan sesuatu yang lazim dikerjakan dan tidak mengerjakan sesuatu yang harus ditinggalkan dengan memberikan kesanggupan.
b. Ali-Imron (03): 112
            ••                       •  
Artinya:
Kepada mereka telah ditimpakan kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali dalam keadaan mereka lagi berperang dengan tali Allah dan dengan tali manusia (tanggung jawab yang diberikan para mukmin) dan mereka berhak menerima kemarahan Allah dan telah dilpimpahkan juga rasa hina diri (kepapaan) atas diri mereka. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi dengan tidak ada suatu sebab yang dibenarkan. Yang demikian itu disebabkn mereka membuat maksiat dan disebebkan mereka melampaui betas-batas Allah.
Hubungan Dengan Allah & Sesama Manusia
Ada banyak tuntutan yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim dalam kehidupan di dunia ini, salah satunya adalah keharusan menjalin habulum minallah (hubungan yang baik kepada Allah) dan hablum minannas (hubungan yang baik dengan manusia).
Hal ini ditekankan karena manusia sangat membutuhkan Tuhan dan Tuhan yang sesungguhnya adalah Allah Swt, disamping itu manusia juga tidak bisa hidup sendirian, karenanya ia membutuhkan manusia lain yang dapat berinteraksi secara baik untuk bisa mewujudkan kehidupan yang baik.
Di dalam Al-Qur’an, Allah Swt berfirman: "Sembahlah Allah dan janganlah kamu mensekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah terhadap kedua ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, orang yang dalam perjalanan dan hamba sahaya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri" (QS 4:36).
HUBUNGAN KEPADA ALLAH SWT
Menjalin hubungan baik kepada Allah Swt bagi manusia merupakan sesuatu yang sangat mendasar. Manusia telah dicipta oleh Allah Swt, bagaimana mungkin ia tidak mau menyembah dan mengabdi kepada sang pencipta, bukankah hal itu menunjukkan bahwa ia tidak pandai bersyukur kepada Allah Swt?. Oleh karena itu, di dalam ayat di atas, manusia harus menyembah Allah Swt dan menunjukkan pengabdian kepada-Nya dengan semurni-murninya sehingga ia tidak boleh mensekutukan Allah dengan apapun dan siapapun juga, inilah yang disebut dengan syirik.
Sebagai muslim, kita tidak dibenarkan melakukan syirik, baik syirik yang besar maupun syirik yang kecil. Namun Rasulullah Saw ternyata tidak begitu khawatir akan kemungkinan kita melakukan syirik yang besar yakni menuhankan atau menyembah selain Allah Swt, karena rasanya hal itu tidak mungkin orang yang mengaku muslim tapi menuhankan selain Allah Swt. Yang sangat dikhawatirkan oleh Nabi Muhammad Saw justeru adalah apabila kita melakukan syirik yang kecil, karena hal ini membuat nilai amalnya menjadi terhapus. Dalam satu hadits, Rasulullah Saw bersabda:
Sesungguhnya yang aku sangat khawatirkan atas kamu adalah apabila kamu melakukan syirik yang kecil. Sahabat bertanya: “Apakah syirik yang kecil itu ya Rasulullah?”. Beliau menjawab: “Riya” (HR ).
HUBUNGAN DENGAN SESAMA MANUSIA
Manusia antara yang satu dengan lainnya saling membutuhkan, karena itu seharusnya sesama manusia bisa menjalin hubungan yang sebaik-baiknya. Di dalam ayat di atas, disebutkan contoh-contoh kepada siapa saja manusia harus menjalin hubungan yang sebaik-baiknya, yakni kepada delapan kelompok orang.
Pertama, Berlaku baik kepada kedua orang tua. Setiap orang tua, pasti ingin agar anaknya dapat berlaku baik kepadanya. Orang tua disamping telah melahirkan dan membesarkan juga mendidik dengan pengorbanan harta dan jiwa sehingga seorang anak tumbuh dan besar dengan baik. Karena itu, setiap anak harus mampu menunjukkan kebaikan dengan sebaik-baiknya kebaikan kepada orang tuanya, ini karena sebaik apapun perbuatannya kepada orang tua, tetap saja hal itu tidak akan mampu membalas jasa dan kebaikan orang tua.
Kedua, Berlaku baik kepada kerabat. Kerabat, keluarga atau famili, baik hubungannya dari pihak suami atau isteri, dari bapak atau ibu merupakan orang yang sangat kita butuhkan dalam kehidupan ini. Karena itu hubungan kekerabatan yang sering disebut dengan silaturrahim harus disambung dan dikuatkan. Karenanya sangat tidak dibenarkan di dalam Islam bila seorang muslim memutuskan hubungan silaturrahim, bahkan hal itu bisa menyebabkan seseorang terhalang untuk masuk ke dalam surga. Hal ini menjadi sangat penting karena bagaimana mungkin seseorang bisa berlaku baik kepada orang lain bila dengan keluarganya saja ia tidak berlaku baik.
Ketiga, Berlaku baik kepada anak yatim. Setiap anak pasti membutuhkan perhatian, pendidikan dan nafkah dari orang tuanya. Namun bila orang tuanya telah wafat yang menyebabkan si anak menjadi yatim, maka kaum muslimin dituntut menggantikan apa yang harus dilakukan orang tua terhadap anaknya. Oleh karena itu, Rasulullah Saw memberikan perhatian yang begitu besar kepada anak yatim sehingga ada anak yang tidak yatim, tapi ingin menjadi yatim karena iapun ingin mendapatkan perlakuan yang begitu baik dari Nabi sebagaimana yang didapat oleh temannya yang yatim.
Penghargaaan Rasulullah Saw kepada orang yang mengurus anak yatim juga sangat besar, yakni mendapatkan tempat yang dekat dengan beliau di dalam surga sebagaimana dekatnya jari telunjuk dengan jari tengah. Rasulullah Saw juga menyatakan bahwa rumah yang terbaik adalah yang di dalamnya ada anak yatim yang diasuh dan diurus dengan baik, sedangkan rumah yang buruk adalah rumah yang didalamnya ada anak yatim tapi tidak diurus anak itu dengan baik.
Keempat, Berlaku baik kepada orang miskin. Menjadi miskin merupakan keadaan yang tidak disukai oleh manusia. Karena itu, kemiskinan harus diatasi meskipun pada masyarakat kita semakin banyak orang yang menjadi miskin. Kemiskinan satu orang belum bisa diatasi, tapi sudah muncul orang miskin yang baru. Oleh karena itu, seorang muslim harus berlaku baik kepada orang miskin, apalagi bila sampai bisa membantu mengatasi kemiskinan yang dialaminya. Banyaknya orang miskin merupakan ladang amal shaleh bagi kita bila kita bisa berlaku baik dengan sebaik-baiknya.
Kelima, Berlaku baik kepada tetangga. Keberadaan tetangga sangat kita butuhkan dalam hidup ini. Karena itu, setiap manusia apalagi sebagai muslim harus berlaku sebaik mungkin kepada tetangga. Raasulullah Saw bercerita bahwa beliau sering didatangi malaikat Jibril, tiap kali dating Jibril seringkali berwasiat kepada Nabi agar berlaku baik kepada tetangga hingga Nabi merasa seolah-olah antar tetangga bias saling mewarisi. Itu berarti, antar tatangga seharusnya bias diperlakukan seperti keluarga sendiri. Karenanya berlaku baik kepada tetangga menjadi salah satu bukti keimanan yang sejati.
Keenam, Berlaku baik kepada teman sejawat. Teman atau sahabat merupakan salah satu yang sangat kita perlukan dalam kehidupan ini. Seenak-enak dan sekuat-kuatnya manusia dalam hidup ini, ia tidak akan bisa hidup sendirian, ia membutuhkan teman yang sejati, karena itu dalam persahabatan dengan orang lain, seorang muslim harus bersahabat dengan persahabatan yang sebaik-baiknya, persahabatan yang bisa berbagi dan merasakan penderitaan maupun kebahagiaan.
Ketujuh, Berlaku baik kepada Musafir. Orang yang dalam perjalanan untuk suatu urusan yang baik disebut dengan ibnu sabil. Ketika melakukan safar (perjalanan) bisa jadi seseorang merasakan kesulitan meskipun tidak selalu berupa kesulitan ekonomi, misalnya tersesat jalan yang perlu kita membantu menjelaskan rute perjalanan yang harus ditempuhnya, bukan malah sengaja menyesatkannya.
Kedelapan, Berlaku baik kepada Hamba sahaya. Hamba sahaya atau budak seharusnya diperlakukan dengan baik, karena ia banyak membantu majikannya. Dalam kehidupan sekarang, kita menyebutnya dengan permbantu rumah tangga meskipun ia berbeda kedudukannya dengan hamba sahaya. Oleh karena itu, sangat tercela bila seseorang tidak bias berlaku baik kepada pembantu rumah tangganya yang dalam kehidupannya sehari-hari bersama keluarga sangat besar manfaatnya.
JANGAN SOMBONG
Dalam rangkaian penyebutan kepada siapa saja manusia harus berbuat baik, selanjutnya Allah Swt menutup ayat di atas dengan kalimat: “Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang sombong dan membanggakan diri”.
Kesan yang biasa kita tangkap dari kalimat ini adalah manusia jangan sombong kepada orang tuanya, meskipun ia lebih pintar dan kaya, ia juga tidak boleh sombong dengan kerabatnya, meskipun mereka orang yang lemah, miskin dan bodoh, jangan smbong kepada anak yatim karena anak saat dimana anak kita juga menjadi yatim.
Jangan sombong kepada orang miskin karena ada saat dimana kitapun bisa menjadi miskin secara tiba-tiba. Jangan sombong kepada tetangga karena merekalah orang yang pertama memberikan pertolongan atau kita mintalak pertolongan saat kita kesulitan.
Jangan sombong kepada teman karena kita sangat membutuhkannya. Jangan sombong kepada musafir karena ada saat dimana kitapun menjadi musafir dan jangan sombong kepada pembantu rumah tangga karena mereka besar bantuannya kepada kita meskipun tidak besar upah yang kita berikan.
Dengan demikian, menjadi jelas bagi kita bahwa manusia antar satu dengan lainnya saling membutuhkan, karenanya harus dijalin hubungan yang baik dengan sesamanya, tapi semua itu harus dilandasi pada hubungan yang baik kepada Allah Swt.
Sehingga setiap kita harus menjalin hubungan baik kepada Allah lalu dibuktikan dengan menjalin hubungan baik dengan sesama manusia, sedangkan hubungan yang baik dengan sama manusia harus didasari atas hubungan baik epada Allah Swt. Bila ini bisa kita wujudkan, maka kebahagiaan dan kedamaian hidup manusia bisa diperoleh.


Kesimpulan
Manusia sebagai makhluk pengemban amanat Allah berfungsi terhadp Allah. Fungsi manusia terhadap Allah bertumpu pada ajaran yang menegaskan bahwa Jin dan Manusia diciptakan Allah agar mereka beribadah (mengabdi) kepada-Nya.
Seluruh umat manusia diperintahkan untuk menganut agama Allah yang telah paripurna itu, sebagaimana ditegaskan didalam Al-Qur’an surat Al-A’raf: 158. Fungsi manusia terhadap Allah menuntut agar manusia memenuhi perintah Allah tersebut. Meskipun demikian, karena akhirnya kelak manusia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah,manusia diberi kebebasan untuk menerima (mukmin) atau menolak agama Allah yang telah paripurna itu. (QS. Al-Kahfi: 29) Tetapi diperingatkan, bahwa orang yang menganut agama selain Islam yang telah paripurna itu akan tergolong orang-orang yang mengalami kerugian, karena agama selain Islam tidak akan diterima Allah (QS. Al-Imran: 85).
Agama Allah yang telah paripurna mengajarkan ‘Aqidah secara jelaas dan tuntas. Ber-Tuhan hanya kepada Allah, sebab hanya Allah sajalah yang berhak diyakini sebagai Tuhan. Ber-Tuhan hanya kepada selain Allah berarti mempersekutukan Allah dengan yang lain. Beribadah hanya boleh ditujukan kepada Allah. Cara melaksanakan ibadah yang telah diatur secara rinci di dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah wajib ditaati tanpa perubahan, tambahan dan pengurangan.
Berakhlak atas dasar nilai-nilai yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya. Tidak dibenarkan menentukan sendiri nilai akhlaq yang sifatnya relatif, situasional, kondisional. Bermu’amalah pun dilakukan sesuai dengan pedoman, petunjuk dan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Manusia dibenarkan menentukan brbagai macam cara bermu’amalah, sepanjang tidak terdapat ketentuan-ketentuan secara jelas di dalam Al-Qur’an dan Al-Sunah. Tetapi harus tetap berpedoman pada nilai-nilai dasar Al-Quran-Al-Sunnah.










Daftar Pustaka
Ash Shiddieqy Hasbi, Tafsir Al Bayaan I dan II, PT. Al Ma’arif Bandung: 1966
uniq - There's something for everyone - Hubungan Dengan Allah ...
Manusia antara yang satu dengan lainnya saling membutuhkan, karena itu seharusnya sesama manusia bisa menjalin hubungan yang sebaik-baiknya. ...
uniqme.multiply.com/journal/item/379 - Tembolok - Halaman sejenis

No comments:

Post a Comment