Read Me...!!!

Selamat Datang Bagi Pengunjung Blog Kita Bersama, Semoga Apa Yang Anda Baca Bermafaat Dan Jangan Lupa untuk Menjadi Follower dan Kenalan Dengan ADMIN Blog Ini yaaa...!!! ^_^

Saturday, December 10, 2011

komunikasi antar budaya

BAB I
PENDAHULUAN

Komunikasi Antar Budaya (KAB) bukan merupakan sesuatu yang baru akhir-akhir ini saja terjadi. Semenjak terjadinya pertemuan antara individu-individu dengan latar belakang kebudayaan yang berlainan, maka KAB pun telah dapat dikatakan berlangsung. Namun, KAB sebagai salah satu studi sistematik mengenai apa yang terjadi apabila kontak atau interaksi antara orang-orang yang berbeda latar belakang kebudayaannya, memang relatif masih baru.
Pada mulanya, KAB terjadi hanya dalam lingkup masyarakat yang sangat kecil, yang merupakan golongan minoritas. Misalnya, pejabat-pejabat pemerintah atau pedagang-pedagang tertentu yang mempunyai kepentingan dan kesempatan untuk berkunjung ke negeri-negeri lain. Bagian terbesar kelompok masyarakat lainnya baru dalam dekade-dekade terakhir saja dapat pergi meninggalkan tempat asalnya atau negaranya. Namun sekarang ini, sejalan dengan kemajuan teknologi komunikasi keadaan tersebut telah berubah, karena dunia saat ini dipenuhi oleh masyarakat manusia yang bersifat mobil dan dinamik, siap untuk menghadapi situasi-situasi baru dalam konteks apapun dan berjumpa dengan partner-partner komunkasi yang sama sekali belum pernah dikenal maupun terbaayangkan sebelumnya. Persoalan-persoalan yang dihadapi dalam KAB pun semakin kompleks dan luas, tidak hanya menyangkut nilai-nilai budaya saja tetapi juga aspek-aspek sosial, ekonomi, politik, teknologi, dan berbagai aspek lainnya.
Dalam makalah ini akan dijelaskan berbagai hal, berkaitan dengan komunikasi antar budaya sebagai fenomena sosial. Khususnya pada makalah ini di bahas mengenai teori-teori komunikasi antar budaya.




BAB II
PEMBAHASAN

PENGERTIAN KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
Selama masa perkembangan KAB,telah banyak para ahli yang mencoba untuk mendefinisikannya.beberapa ini diantaranya :
• Komunikasi antar budaya adalah seni untuk memahami dan dipahami oleh khalayak yang memiliki kebudayaan lain (Sitaran 1970).
• Komunikasi antar budaya adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu kondisi yang menentukan adanya perbedaan budaya seperti bahasa,nilai-nilai,adat,kebiasaan.(Stewart 1974)
• Komunikasi antar budaya adalah interaksi antara para anggota masyarakat yang berbeda kebudayaannya.(Sitaram dan cogdel 1976)
• Komunikasi antar budaya menunjuk pada suatu fenomena komunikasi dimana para pesertanya masing-masing memiliki latar belakang budaya yang berbeda terlibat dalam suatu kontak antara satu dengan lainnya baik secara langsung atau tidak langsung (Yong Yung Kim 1984)
• Komunikasi antar budaya sebagai “tindakan – tindakan komunikasi yang dilakukan oleh individu – individu yang diidentifikasikan dengan kelompok – kelompok yang menampilkan variasi antar kelompok dalam bentuk pertukaran sosial dan budaya. Pertukaran bentuk, ekspresi individu, adalah variabel – variabel utama dalam tujuan, tatakrama, cara, dan arti – arti yang mana proses komunikatif memberikan efek. (Damen 1987)
• Komunikasi antar budaya adalah sebuah “proses simbolik yang mana orang dari dari budaya – budaya yang berbeda mneciptakan pertukaran arti – arti”.( Lustig and Koester’s menyatakan 2003)

Dari semua definisi diatas,nampak jelas penekannya pada perbedaan kebudayaan sebagai faktor yang menentukan dalam berlangsungnya proses komunikasi walaupun Kab mengakui dan mengurusi permasalahan tentang persamaan-persamaan dan perbedaan dalam karakteristik kebudayaan antara pelaku-pelaku komunikasi,tetapi titik perhatian utamanya adalah pada proses komuniksi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang berbeda kebudayaan,yang mencoba untuk berinteraksi.
Tema pokok yang membedakan latar study KAB dari study-study komunikasi lainnya adalah derajat perbedaan latar belakang pengalaman yang relatif besar antara kominikator yang disebabkan oleh perbedaan-perbedaan kebudayaan.sebagai asimilasi dasar adalah bahwa diantara individu-individu dengan kebudayaan lainnya.
Komunikasi antar budaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini). Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi (Tubbs, Moss:1996).
Komunikasi antar budaya memiliki akarnya dalam bahasa (khususnya sosiolinguistik), sosiologi, antropologi budaya, dan psikologi. Dari keempat disiplin ilmu tersebut, psikologi menjadi disiplin acuan utama komunikasi lintas budaya, khususnya psikologi lintas budaya. Pertumbuhan komunikasi antar budaya dalam dunia bisnis memiliki tempat yang utama, terutama perusahaan – perusahaan yang melakukan ekspansi pasar ke luar negaranya notabene negara – negara yang ditujunya memiliki aneka ragam budaya. Selain itu, makin banyak orang yang bepergian ke luar negeri dengan beragam kepentingan mulai dari melakukan perjalanan bisnis, liburan, mengikuti pendidikan lanjutan, baik yang sifatnya sementara maupun dengan tujuan untuk menetap selamanya.Satelit komunikasi telah membawa dunia menjadi semakin dekat, kita dapat menyaksikan beragam peristiwa yang terjadi dalam belahan dunia,baik melalui layar televisi, surat kabar, majalah, dan media on line. Melalui teknologi komunikasi dan informasi, jarak geografis bukan halangan lagi kita untuk melihat ragam peristiwa yang terjadi di belahan dunia.
McLuhan (dalam Infante et.al, 1990) menyatakan bahwa dunia saat ini telah menjadi “Global Village” yang mana kita mengetahui orang dan peristiwa yang terjadi di negara lain hampir sama seperti layaknya seorang warga negara dalam sebuah desa kecil yang menjadi tetangga negara – negara lainnya.Perubahan sosial adalah hal lain yang berpengaruh dalam komunikasi antar budaya adalah dengan makin banyaknya perayaan - perayaaan budaya sebuah etnis dalam sebuah negara. Perbedaan budaya dalam sebuah negara menciptakan keanekaragaman pengalaman, nilai, dan cara memandang dunia.
Keanekaragaman tersebut menciptakan pola – pola komunikasi yang sama di antara anggota – anggota yang memiliki latar belakang sama dan mempengaruhi komunikasi di antara anggota – anggota daerah dan etnis yang berbeda.Perusahaan – perusahaan yang memiliki cabangnya di luar negeri, tentunya merupakan syarat mutlak bagi para karyawannya untuk memiliki bekal pengetahuan yang cukup mengenai situasi dan kondisi budaya yang akan dihadapinya (intercultural competence), salah – salah jika mereka gagal berkomunikasi dengan budaya yang dihadapinya, perusahaan hanya akan bertahan dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Gudykunst and Kim (2003) mengkonsepkan fenmena komunikasi antar budaya sebagai “sebuah transaksional, proses simbolik yang mencakup pertalian antar individu dari latar belakang budaya yang berbeda.” Kata kuncinya adalah proses. Dalam wacana orang Swedia istilah kulturmöte (literally cultural encounter) seringkali diartikan pada beberapa singgungan (atau pertentangan) antar budaya (seperti, dalam literatur, gaya komunikasi, gaya manajemen, adat istiadat, dan orientasi nilai). Namun demikian, beberapa pertemuan biasa dianalisis tanpa mempertimbangkan pada karakter prosesnya.
Komunikasi antar budaya seharusnya, dapat dipandang dan dianalisa sebagai sebuah proses yang kompleks, bukan sekedar sebuah pertemuan. Lebih lanjut, komunikasi antar budaya, oleh beberapa ilmuwan sosial dilihat sebagai sebuah disiplin akademik – data dikatakan, satu cabang dari ilmu komunikasi, berlabuh dalam karakteristik ontologinya, epistemiologi dan asumsi – asumsi aksilogi. Pada saat yang bersamaan, komunikasi antar budaya adalah sebuah lingkup studi yang berhubungan dengan berbagai disi[lin ilmu lainnya (seperti psikologi, psikologi sosial, sosiologi, pendidikan, studi media, antropologi budaya dan manajemen).

DIMENSI-DIMENSI KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
Untuk mencari kejelasan dan mengintegrasikan berbagai konseptualisasi tentang kebudayaan dalam konteks KAB ada 3 dimensi yang perlu diperhatikan :
1. Tingkat kemasyarakatan kelompok budaya dari para partisipan
- Dimensi pertama menunjukkan bahwa istilah kebudayaan telah digunakan untuk merujuk kepada macam-macam tingkat lingkupan dan kompleksitas dari organisasi sosial.
2. Konteks sosial tempat terjadinya KAB
- Dimensi kedua menyangkut konteks sosial.
- Macam kegiatan KAB dapat diklasifikasikan lagi berdasarkan konteks sosialnya,konteks sosial KAB meliputi bisnis, organisasi, pendidikan, akultursai imigran, politik, penyesiauan pelancong atau pendatang sementara, perkembangan
ahli technologi/pembangunan/difusi inovasi,konsultasi tertapis.dengan demikian,konteks sosial khusus tempat terjadinya KAB memberikan pada para partisipan hubungan-hubungan antar peran,ekspektasi ekspektasi,norma-norma,dan aturan-aturan tingkah laku yang khusus.
3. Saluran yang dilalui oleh pesan-pesan KAB baik yang bersifat verbal maupun nonverbal.
- Dimensi ketiga berkaitan dengan saluran komunikasi,dimensi ini menunjukkan tentang saluran apa yang digunakan dalam KAB secara garis besar.saluran dapat dibagi atas :antar pribadi dan antar perorangan media massa.

Tujuan komunikasi antar budaya adalah :
• Memahami perbedaan budaya yang mempengaruhi praktik komunikasi.
• Mengkomunikasi antar orang yang berbeda budaya.
• Mengidentifikasikan kesulitan – kesulitan yang muncul dalam komunikasi.
• Membantu mengatasi masalah komunikasi yang disebabkan oleh perbedaan budaya.
• Meningkatan ketrampilan verbal dan non verbal dalam komunikasi.
• Menjadikan kita mampu berkomunikasi secara efektif.

Ada beberapa alasan mengapa komunikasi antar budaya sangat diperlukan :
a. Memperluas pergaulan.
b. Meningkatkan kesadaran diri.
c. Etika / etis
d. Mendorong perdamaian dan meredam konflik.
e. Demografis.
f. Ekonomi.
g. Menghadapi teknologi komunikasi.
h. Menghadapi era globalisasi.

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI DAN BUDAYA
Unsur pokok yang mendasari proses komunikasi antar budaya ialah konsep-konsep tentang “Kebudayaan” dan “Komunikasi”. Hal ini pun digarisbawahi oleh Sarbaugh (1979) dengan pendapatnya bahwa pengertian tentang komunikasi antar budaya memerlukan suatu pemahaman tentang konsep-konsep komunikaasi dan kebudayaan serta saling ketergantungan antara keduanya. Saling ketergantungan ini terbukti, menurut Serbaugh, apabila disadari bahwa:
“Pola-pola komunikasi yang khas dapat berkembang atau berubah dalam suatu kelompok kebudayaan khusus tertentu.”
“Kebudayaan merupakan suatu kode atau kumpulan peraturan yang dipelajari dan dimiliki bersama; untuk mempelajari dan memiliki bersama diperlukan komunikasi, sedangkan komunikasi memerlukan kode-kode dan lambang-lambang yang harus dipelajari dan dimiliki bersama.”( Dra. Lusiana Andriani Lubis, MA : 2002).
Komunikasi dan budaya yang mempunyai hubungan timbal balik, seperti dua sisi mata uang. Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi, dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya, seperti yang dikatakan Edward T. Hall, bahwa ‘komunikasi adalah budaya’ dan ‘budaya adalah komunikasi’.Pada satu sisi, komunikasi merupakan suatu mekanisme untuk mensosialisasikan norma-norma budaya masyarakat, baik secara horizontal, dari suatu masyarakat kepada masyarakat lainnya, ataupun secara vertikal dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Pada sisi lain budaya menetapkan norma-norma (komunikasi) yang dianggap sesuai untuk kelompok tertentu.
Hubungan antara individu dan kebudayaan saling mempengaruhi dan saling menentukan. Kebudayaan diciptakan dan dipertahankan melalui aktifitas komunikasi para individu anggotanya. Secara kolektif perilaku mereka secara bersama-sama menciptakan realita (kebudayaan) yang mengikat dan harus dipatuhi oleh individu agar dapat menjadi bagian dari unit.
Maka jelas bahwa antara komunikasi dan kebudayaan terjadi hubungan yang sangat erat dan bahkan hampir tidak bisa terpisahkan antara komunikasi dan kebudayaan.Di satu pihak, jika bukan karena kemampuan manusia untuk menciptakan bahasa simbolik, tidak dapat dikembangkan pengetahuan, makna, simbol-simbol, nilai-nilai, aturan-aturan dan tata, yang memberi batasan dan bentuk pada hubungan-hubungan, organisasi-organisasi dan masyarakat yang terus berlangsung. Demikian pula, tanpa komunikasi tidak mungkin untuk mewariskan unsur-unsur kebudayaan dari satu generasi kegenerasi berikutnya, serta dari satu tempat ke tempat lainnya. Komunikasi juga merupakan sarana yang dapat menjadikan individu sadar dan menyesuaikan diri dengan sub-budaya-sub-budaya dan berbagai kebudayaan-kebudayaan asing yang dihadapinya.Tepatnya jika dikatakan bahwa kebudayaan dirumuskan,dibentuk,dan ditransmisikan serta dipelajari melalui komunikasi.

PERAN KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
Dengan mencermati berbagai permasalahan pluralitas dan kondisi masyarakat Indonesia yang rawan disentegrasi nasional, di lapangan dapat kita temui adanya berbagai masalah yang ditengarai sebagai kendala penyelesaian masalah. Adapun di antaranya, yaitu :
1. Rendahnya tingkat pengetahuan, pengalaman, dan jangkauan komunikasi sebagian masyarakat yang dapat mengakibatkan rendahnya daya tangkal terhadap budaya asing yang negatif, dan keterbatasan dalam menyerap serta mengembangkan nilai-nilai baru yang positif, sekaligus mudah sekali terprofokasi dengan isu-isu yang dianggap mengancam eksistensinya.
2. Kurang maksimalnya media komunikasi dalam memerankan fungsinya sebagai mediator dan korektor informasi.
3. Paradigma pendidikan yang lebih menekankan pengembangan intelektual dengan mengabaikan pengembangan kecerdasan emosional, pembentukan sikap moral, dan penanaman nilai budaya. Manusia terbuai kegiatan dan pembangunan yang pragmatis, yang memberikan manfaat materiil yang lebih mudah teramati dan terukur, sehingga seringkali sangsi formal lebih ditakuti daripada sangsi moral.
4. Meningkatnya gejala “Societal crisis on caring” (krisis pengasuhan dan kepedulian dalam masyarakat karena tingginya mobilitas sosial dan transformasi kultural) yang ditangkap dan diadopsi secara terbatas.
Sejalan dengan berbagai kendala yang ada, maka upaya penyelesaian permasalahan pluralitas budaya sekaligus menunjukkan peran komunikasi antar budaya dalam terwujudnya integrasi nasional.

Untuk menunjukkan peran KAB dapat dilakukan dengan :
• Membangun kehidupan multi kultural yang sehat; dilakukan dengan meningkatkan toleransi dan apresiasi antar budaya. Yang dapat diawali dengan peningkatan tingkat pengetahuan masyarakat tentang kebhinnekaan budaya, dengan berbagai model pengenalan ciri khas budaya tertentu, terutama psikologi masyarakat seperti pemahaman pola perilaku khusus masyarakatnya.
• Peningkatan peran media komunikasi, terutama untuk melakukan sensor secara substantif yang berperan sebagai korektor terhadap penyimpangan norma sosial yang dominan. Salah satu caranya dengan melancarkan tekanan korektif terhadap subsistem yang mungkin keluar dari keseimbangan fungsional. Pengungkapan skandal atau perbuatan yang merugikan kepentingan umum dan melecehkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, harus disiarkan dengan fungsi sebagai pemeliharaan kestabilan. Sedang kontrol secara distributif, berfungsi memelihara keseimbangan sistem melalui diseminasi selektif dan berbagai ragam teknik-teknik penyebaran maupun penyaringan informasi, yang mungkin dapat mengundang kemelut dalam masyarakat atau menimbulkan perpecahan, justru media komunikasi dituntut untuk dapat menampilkan berbagai informasi yang bersifat apresiatif terhadap budaya masyarakat lain.
• Strategi pendidikan yang berbasis budaya dapat menjadi pilihan karena pendidikan berbasis adat tidak akan melepaskan diri dari prinsip bahwa manusia adalah faktor utama, sehingga manusia harus selalu merupakan sobyek sekaligus tujuan dalam setiap langkah dan upaya perubahan. Nilai-nilai budaya tradisional dapat terinternalisasi dalam proses pendidikan baik di lingkungan keluarga, pendidikan formal maupun non formal. Khususnya pendidikan di sekolah diperlukan adanya paradigma baru yang dapat menyajikan model dan strategi pembelajaran yang dapat menseimbangkan proses homonisasi. Tujuannya adalah agar pembelajar dapat melihat manusia sebagai makhluk hidup dalam konteks lingkungan ekologinya. Di mana mereka memerlukan terasahnya kemampuan intelektual untuk menghadapi tantangan globalisasi dengan pendidikan sebagai proses humanisasi yang lebih menekankan manusia sebagai makhluk sosial yang mempunyai otonomi moral dan sensitivitas kedaulatan budaya. Harapannya dapat terbentuk manusia yang bisa mengelola konflik, menghargai kemajemukan, serta dapat tegar menghadapi arus perubahan. Caranya tidak lain, yakni dengan mempertajam sence of belonging, self of integrity, sence of participation dan sence of responcibility sebagai benteng terhadap pengaruh faktor eksternal tersebut. Pun transformasi budaya harus dipandu secara pelan-pelan, jadi hal ini bukanlah merupakan revolusi yang dipaksakan.

No comments:

Post a Comment